Tataran Linguistik: Morfologi
Tataran Linguistik: Morfologi

Tataran Linguistik: Morfologi

Morfologi adalah cabang linguistik yang mempelajari struktur dan pembentukan kata dalam bahasa. Pada tataran ini, kita akan menjelajahi berbagai konsep dan kategori yang terkait dengan morfologi, seperti morfem, kata, pembentukan kata, dan proses morfemis. Mari kita mulai dengan memahami konsep dasar dalam morfologi.

1. Morfem

Morfem adalah unit terkecil dalam bahasa yang memiliki makna leksikal atau gramatikal. Dalam morfologi, kita mempelajari tentang struktur morfem dan bagaimana morfem membentuk kata-kata. Pada bagian ini, kita akan membahas identifikasi morfem, morf dan alomorf, serta klasifikasi morfem.

1.1 Identifikasi Morfem

Pertama-tama, kita perlu dapat mengidentifikasi morfem dalam sebuah kata. Morfem dapat berupa kata dasar atau afiks (awalan, akhiran, atau sisipan) yang menempel pada kata dasar. Dengan mengidentifikasi morfem, kita dapat memahami struktur dan pembentukan kata secara lebih mendalam.

1.2 Morf dan Alomorf

Dalam morfologi, istilah “morf” digunakan untuk merujuk pada bentuk konkret dari suatu morfem. Misalnya, morf “tulis” adalah bentuk konkret dari morfem dasar “tulis”. Namun, satu morfem dapat memiliki beberapa bentuk konkret yang disebut alomorf. Contohnya, dalam kata “bermain”, terdapat dua alomorf untuk morfem awalan “ber-“, yaitu “ber-” dan “be-“.

1.3 Klasifikasi Morfem

Morfem dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai kriteria, seperti kemerdekaan, keutuhan, segmentalitas, beralomorf zero, dan makna leksikal. Pada bagian ini, kita akan menjelajahi klasifikasi-kelasifikasi ini.

1.3.1 Morfem Bebas dan Morfem Tak Bebas

Morfem bebas adalah morfem yang dapat berdiri sendiri sebagai kata. Contohnya, kata “buku” adalah morfem bebas karena dapat berdiri sendiri tanpa membutuhkan tambahan morfem lain. Di sisi lain, morfem tak bebas adalah morfem yang hanya dapat berfungsi sebagai bagian dari kata yang lebih kompleks. Misalnya, dalam kata “menggunakan”, morfem “meng-” dan “-kan” adalah morfem tak bebas karena hanya memiliki makna ketika digunakan bersama-sama.

1.3.2 Morfem Utuh dan Morfem Terbagi

Morfem utuh adalah morfem yang tidak dapat dibagi lagi menjadi unit yang lebih kecil dengan makna sendiri. Contohnya, dalam kata “rumah”, morfem “rumah” adalah morfem utuh karena tidak dapat dibagi menjadi unit yang memiliki makna sendiri. Di sisi lain, morfem terbagi adalah morfem yang dapat dibagi lagi menjadi unit-unit yang memiliki makna sendiri. Misalnya, dalam kata “bermain”, morfem “ber-” dan “main” adalah morfem terbagi.

1.3.3 Morfem Segmental dan Morfem Suprasegmental

Morfem segmental adalah morfem yang terdiri dari fonem-fonem segmental atau suara-suaranya. Misalnya, dalam kata “makan”, morfem “ma-” dan “-kan” adalah morfem segmental karena terdiri dari fonem-fonem segmental /m/ dan /k/. Di sisi lain, morfem suprasegmental adalah morfem yang melibatkan fitur fonetik yang melampaui batas fonem, seperti intonasi dan tekanan suara.

1.3.4 Morfem Beralomorf Zero

Morfem beralomorf zero adalah morfem yang tidak memiliki bentuk konkret atau tidak terlihat dalam bentuk tertulis. Morfem ini biasanya terhubung dengan pelestarian makna leksikal dalam kata. Misalnya, dalam kata “menulis”, terdapat morfem beralomorf zero antara morfem awalan “me-” dan morfem dasar “tulis”.

1.3.5 Morfem Bermakna Leksikal dan Morfem Tak Bermakna Leksikal

Morfem bermakna leksikal adalah morfem yang memberikan makna utama pada kata. Contohnya, dalam kata “pohon”, morfem “pohon” memberikan makna utama tentang objek yang merujuk pada tanaman besar dengan batang dan cabang. Di sisi lain, morfem tak bermakna leksikal adalah morfem yang tidak memberikan makna utama pada kata, tetapi berfungsi sebagai penghubung atau pengubah gramatikal. Misalnya, dalam kata “bermain”, morfem “ber-” adalah morfem tak bermakna leksikal yang menunjukkan aspek atau tindakan.

1.4 Morfem Dasar, Dasar, Pangkal, dan Akar

Morfem dasar adalah morfem yang merupakan inti atau bagian utama dari sebuah kata. Morfem dasar ini dapat membentuk dasar kata, yang merupakan bentuk dasar sebelum ditambahkan prefiks, sufiks, atau sisipan lainnya. Misalnya, dalam kata “penulis”, morfem dasar adalah “tulis”, dan morfem dasar ini kemudian membentuk dasar kata “tulis” sebelum ditambahkan prefiks “pen-” yang berarti “orang yang”.

Pangkal adalah morfem dasar yang merupakan sumber pembentukan kata melalui proses afiksasi, reduplikasi, atau proses morfemis lainnya. Misalnya, dalam kata “menulis”, morfem dasar “tulis” adalah pangkal kata ini. Akar adalah morfem dasar yang menjadi dasar dari semua bentuk kata yang terkait itu. Misalnya, dalam kata-kata seperti “menulis”, “ditulis”, dan “penulisan”, morfem dasar “tulis” adalah akar dari semua kata tersebut.

2. Kata

Setelah memahami konsep morfem, kita akan melangkah ke tingkat yang lebih tinggi dalam morfologi, yaitu kata. Kata adalah unit terbesar dalam bahasa yang dapat mencakup satu atau lebih morfem. Pada bagian ini, kita akan membahas hakikat kata, klasifikasi kata, dan pembentukan kata.

2.1 Hakikat Kata

Kata adalah unit linguistik yang memiliki makna sendiri dan berfungsi sebagai unit komunikasi. Kata dapat berupa kata tunggal atau gabungan dari beberapa morfem. Dalam bahasa, kata merupakan unsur yang penting untuk membentuk kalimat dan menyampaikan informasi.

2.2 Klasifikasi Kata

Kata-kata dapat diklasifikasikan berdasarkan fungsi atau kategori gramatikalnya. Ada berbagai klasifikasi kata, seperti kata benda, kata kerja, kata sifat, kata keterangan, kata ganti, kata depan, kata hubung, dan masih banyak lagi. Klasifikasi kata ini membantu dalam memahami peran dan fungsi kata dalam kalimat.

2.3 Pembentukan Kata

Kata-kata dapat dibentuk melalui proses infleksi dan derivasi. Proses infleksi adalah proses perubahan bentuk kata yang menghasilkan variasi gramatikal seperti bentuk jamak, bentuk tenses, dan bentuk kepemilikan. Proses derivasi adalah proses pembentukan kata baru dengan menambahkan prefiks, sufiks, atau menggabungkan morfem lain ke dalam kata dasar.

2.3.1 Inflektif

Proses inflektif menghasilkan variasi gramatikal dalam bentuk kata, seperti pembentukan kata jamak, kata keterangan waktu, dan bentuk tenses. Misalnya, dalam kata “rumah-rumah”, terdapat proses infleksi untuk membentuk bentuk jamak. Dalam kata “bermain”, ada perubahan bentuk untuk menunjukkan waktu dan orang yang melakukan tindakan.

2.3.2 Derivatif

Proses derivatif merupakan proses pembentukan kata baru dengan menambahkan prefiks atau sufiks ke dalam kata dasar. Misalnya, dengan menambahkan prefiks “ber-” ke kata dasar “lari”, kita dapat membentuk kata “berlari” yang memiliki makna “melakukan lari”. Selain itu, kita juga dengan mudah membentuk kata “berlarian” dengan menambahkan sufiks “-an” yang memiliki makna “melakukan lari secara terus-menerus atau berkelompok”.

2.4 Proses Morfemis

Dalam linguistik, proses morfemis adalah cara di mana morfem, unit terkecil yang memiliki makna dalam bahasa, berinteraksi untuk membentuk kata-kata baru. Terdapat beberapa jenis proses morfemis yang umum digunakan dalam bahasa Indonesia, termasuk afiksasi, reduplikasi, komposisi, konversi, modifikasi internal, suplesi, dan pemendekan.

2.4.1 Afiksasi

Afiksasi adalah proses pembentukan kata baru dengan menambahkan afiks (prefiks atau sufiks) ke dalam kata dasar. Prefiks ditempatkan di awal kata, sedangkan sufiks ditempatkan di akhir kata. Contoh penggunaan afiksasi dalam bahasa Indonesia adalah penambahan prefiks “ber-” pada kata “lari” menjadi “berlari” dan penambahan sufiks “-kan” pada kata “tulis” menjadi “menuliskan”.

2.4.2 Reduplikasi

Reduplikasi adalah proses pembentukan kata baru dengan mengulang-mengulang morfem atau bagian dari morfem dalam sebuah kata. Tujuan dari reduplikasi dapat bervariasi, seperti untuk mengungkapkan pengulangan, intensitas, atau bentuk jamak. Contoh penggunaan reduplikasi dalam bahasa Indonesia adalah kata “rumah” menjadi “rumah-rumah” yang berarti “beberapa rumah” atau kata “mata” menjadi “mata-mata” yang berarti “orang-orang mata”.

2.4.3 Komposisi

Komposisi adalah proses pembentukan kata baru dengan menggabungkan dua atau lebih kata dasar menjadi satu kata baru. Dalam komposisi, kata dasar dapat berupa kata benda, kata kerja, atau kata sifat. Contoh penggunaan komposisi dalam bahasa Indonesia adalah kata “mata” dan “hari” menjadi “matahari” yang berarti “bintang yang menjadi pusat tata surya” atau kata “makan” dan “siang” menjadi “makan siang” yang berarti “makan pada waktu siang”.

2.4.4 Konversi, Modifikasi Internal, dan Suplesi

Konversi adalah proses pembentukan kata baru dengan mengubah kelas kata sebuah kata tanpa menambahkan afiks atau menggabungkan kata lain. Contoh penggunaan konversi dalam bahasa Indonesia adalah kata “jual” yang aslinya adalah kata kerja, namun dapat digunakan sebagai kata benda dalam frasa “penjualan”.

Modifikasi internal adalah proses pembentukan kata baru dengan mengubah morfem atau suku kata dalam sebuah kata. Contoh penggunaan modifikasi internal dalam bahasa Indonesia adalah kata “jalan” yang dapat mengalami modifikasi menjadi “jalan-jalan” yang berarti “pergi berjalan dengan tujuan rekreasi”.

Suplesi adalah proses pembentukan kata baru dengan mengganti morfem dalam kata dasar dengan morfem yang memiliki fungsi dan makna yang sama. Contoh penggunaan suplesi dalam bahasa Indonesia adalah kata “lapar” yang dapat digantikan dengan kata “kelaparan” yang memiliki makna yang sama.

2.4.5 Pemendekan

Pemendekan adalah proses pembentukan kata baru dengan menghilangkan suku kata atau huruf-huruf tertentu dalam sebuah kata. Contoh penggunaan pemendekan dalam bahasa Indonesia adalah kata “perpustakaan” yang dapat dipendekkan menjadi “perpus” atau kata “television” yang dapat dipendekkan menjadi “TV”.

2.4.6 Produktivitas Proses Morfemis

Produktivitas proses morfemis merujuk pada sejauh mana suatu proses pembentukan kata dapat digunakan secara produktif dalam bahasa. Proses morfemis yang produktif adalah proses yang sering digunakan dan dapat membentuk banyak kata baru. Contoh proses morfemis yang sangat produktif dalam bahasa Indonesia adalah afiksasi dengan prefiks “me-” dan “ber-“, serta sufiks “-kan” dan “-kanlah”.

2.5 Morfofonemik

Morfofonemik adalah cabang linguistik yang mempelajari hubungan antara bentuk fonetik (bunyi) dan bentuk morfologis (struktur kata) dalam suatu bahasa. Dalam konteks bahasa Indonesia, morfofonemik berkaitan dengan hubungan antara fonem (satuan bunyi) dan morfem (satuan makna).

Kesimpulan

Dalam artikel ini, kita telah menjelajahi tataran linguistik yang penting dalam pemahaman bahasa, yaitu morfologi. Morfologi mempelajari struktur kata dan bagaimana kata-kata dibentuk dan dianalisis dalam suatu bahasa. Kita memahami bahwa morfologi melibatkan morfem sebagai satuan terkecil pembentuk kata. Terdapat beberapa jenis morfem, seperti morfem bebas yang dapat berdiri sendiri sebagai kata, dan morfem terikat yang hanya berfungsi sebagai bagian dari kata. Selain itu, kita juga mempelajari berbagai proses morfologis, seperti afiksasi, reduplikasi, komposisi, konversi, modifikasi internal, suplesi, pemendekan, dan produktivitas proses morfemis. Setiap proses ini memiliki peran penting dalam pembentukan kata-kata baru dan memperkaya bahasa.

Referensi

  1. Aronoff, M. (1976). Word Formation in Generative Grammar. Cambridge, MA: MIT Press.
  2. Katamba, F. (2003). Morphology: Critical Concepts in Linguistics. London: Routledge.
  3. Bauer, L. (2003). Introducing Linguistic Morphology (2nd ed.). Edinburgh: Edinburgh University Press.
  4. Plag, I. (2003). Word-Formation in English. Cambridge: Cambridge University Press.
  5. Matthews, P. H. (2014). The Concise Oxford Dictionary of Linguistics (3rd ed.). Oxford: Oxford University Press.
  6. Haspelmath, M. (2002). Understanding Morphology. London: Hodder Arnold.
  7. Spencer, A., & Zwicky, A. M. (2019). The Handbook of Morphology (2nd ed.). Wiley-Blackwell.
  8. Booij, G. E. (2010). The Grammar of Words: An Introduction to Linguistic Morphology. Oxford: Oxford University Press.
  9. Anderson, S. R. (1992). A-Morphous Morphology. Cambridge: Cambridge University Press.
  10. O’Grady, W., Archibald, J., Aronoff, M., & Rees-Miller, J. (2015). Contemporary Linguistics: An Introduction (7th ed.). Bedford/St. Martin’s.
Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *